Saya sangat suka bekerja dengan tangan saya. Maksudnya membuat kerajinan tangan . Saat saya memiliki waktu senggang dan suasana hati mendukung, bisa dipastikan saya mengurung diri di kamar untuk membuat entah kartu, hiasan dinding, pembatas buku, atau kue dari flanel.
Sebelum saya membuatnya, saya sudah memiliki gambarannya dalam benak saya atau dalam buku kerajinan tangan yang saya miliki. Setelah itu saya persiapkan bahan-bahan dan peralatannya, lalu mulailah saya mengerjakannya.
Saya yakin, bila saja kertas atau flanelnya bisa berbicara, mereka pasti mengaduh kesakitan dan mengeluh, bahkan memprotes saat saya menggunting sesuai pola, mengelem/ menjahit, memberi hiasan, dll. Mengapa? Karena bahan-bahan yang saya gunakan itu tidak tahu rancangan yang ada dalam pikiran saya.
Saya merasa hal itu bisa disamakan dengan kita. Kita adalah buatan Allah kata Paulus dalam Efesus 2.10. Kita dibuat untuk melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkanNya sebelumnya. Allah adalah Pencipta kita, Perancang hidup kita. Ia sudah memiliki gambaran setiap kita akan menjadi apa, dan Ia bekerja membentuk kita sesuai gambaranNya itu. Proses pembentukanNya memerlukan “bahan-bahan” berupa kepribadian kita, karakter kita, pengalaman-pengalaman, dan kerinduan-kerinduan yang diletakkanNya di dalam kita. Bahan –bahan itu perlu dipoles dan dibentuk.
Proses itu seringkali membuat kita merasa tidak nyaman dan sakit sehingga kita mengomel, mengeluh, tidak bahagia. Hal itu dikarenakan ketidaktahuan kita akan rencanaNya dan kekurangpercayaan kita pada kedaulatan Allah. Kita perlu tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi Dia, yaitu yang terpanggil sesuai rencanaNya (Roma 8.28). Kita perlu mengetahui bahwa Dia adalah Gembala, dan percaya bahwa Dia yang bertanggung jawab penuh atas hidup kita (Mazmur 23). Proses pembentukan itu memang terasa panjang dan menyakitkan, tapi saat kita taat sekalipun tak mengetahui rencanaNya, bersyukur, dan bertekun dengan penuh kerendahan hati, hasilnya sangat lebih dari sepadan.
Saat kita mengeluh, kita gagal melihat Tuhan sebagai seorang Gembala dan tidak mempercayaiNya. Sebenarnya, saat kita dalam permasalahan, itu adalah saat yang paling baik untuk belajar mengenai ketetapan-ketetapanNya (Mazmur 119.71). Yohanes 10.14 berkata bahwa Dia adalah Gembala yang baik, Ia mengenal domba-dombaNya dan domba-dombaNya mengenal Dia. Kita mempercayai seseorang saat kita sudah mengenalnya dengan baik. Bagaimana kita bisa mempercayai Tuhan bila kita tidak bergaul karib denganNya? Kita tidak akan tahu jalan-jalanNya bila tidak bergaul karib denganNya.
Yesus rindu kita menjadi sahabat-sahabatNya supaya Ia dapat memberitahukan pada kita apa yang dikatakan Bapa kepadaNya (Yoh 15.14-15). Mau menjadi sahabat Allah? Mudah, bergaul karib denganNya lewat merenungkan firman, berdoa, dan menaati firmanNya.
Beberapa waktu lalu aku ngalami masa-masa yang bisa dibilang kayak artcraft yang sedang dibuat. Nggak ada ujan nggak ada angin, tiba-tiba datang beberapa badai sekaligus..
ReplyDeleteReaksi pertama, aku jadi tawar hati,"kenapa kok ini terjadi sih Tuhan?" tapi ketika aku pasrah untuk serahin badai itu ke Tuhan (toh, waktu itu aku juga bingung mau ngapain) sekarang aku mulai liat hasil yang Tuhan maksud...
=) yup, ku yg bikin jg kudu mawas diri coz pas ngalami bs lupa jg ma post ini.Semangat!
ReplyDelete