Waktu dengar frase itu, otomatis pikiranku mengartikannya menjadi:
Dari bukan siapa-siapa menjadi pahlawan
Tapi beberapa minggu yang lalu, aku menemukan arti baru dari frase “From Zero to Hero”.
Bermula dari seorang teman yang memberitahu sebuah alamat blog yang inspiratif (aku lupa nama blognya). Ada sebuah artikel yang sangat menarik perhatianku.
Seorang anak muda Kristen yang baru saja mendengar khotbah mengenai mendengarkan Tuhan dan setia menaati perintahNya. Ia pun bertanya-tanya apakah Tuhan masih menjawab doa. Setelah hampir jam 10 malam, ia dan teman-temannya pulang. Dalam perjalanan pulang, ia berkata pada Tuhan,"Tuhan, kalau Engkau masih berbicara kepada kami, berbicaralah padaku, aku akan mendengar, dan aku akan melakukan apapun yang aku bisa untuk menaatinya". Selama perjalanan pulang, dia mendadak mempunyai ide yang aneh untuk membeli satu galon susu. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata "Tuhan, Engkaukah itu?"
Tetapi dia tidak mendengar jawaban apapun dan dia tetap berjalan pulang. Tapi keinginan untuk membeli satu galon susu terus ada di kepalanya. Kemudian si anak muda ini berpikir ini bukan merupakan hal yang sulit untuk suatu tes ketaatan. Lagipula susu ini masih bisa dipakai untuk hal lain. Dia kemudian membeli satu galon susu dan kembali menyetir menuju rumah. Pada saat melewati sebuah perempatan yang menuju ke Seventh Street, dia merasa bahwa dia harus berbelok ke jalan tersebut. "Tidak mungkin" pikirnya dan dia terus menyetir melewati perempatan tersebut. Akan tetapi, pikiran itu tak mau hilang dari kepalanya. Akhirnya pada perempatan berikutnya, dia memutar mobilnya dan menuju Seventh Street.
Setengah bercanda dia berteriak "Baik Tuhan, aku taat". Dia berjalan beberapa saat sebelum dia merasa bahwa dia harus berhenti. Dia berhenti dan memperhatikan sekelilingnya. Dia berada di suatu daerah pertokoan yang tidak kumuh, tapi juga bukan daerah yang mahal. Sudah tidak ada kegiatan sama sekali dan semua rumah di sana sudah gelap yang sepertinya semua orang sudah berada di tempat tidur. Kembali dia merasakan sesuatu di dalam hatinya "Pergi dan berikan susu ini ke rumah yang ada di seberang jalan!"
Si anak muda melihat ke rumah tersebut. Rumah tersebut sudah gelap dan tampaknya si pemilik rumah sedang pergi atau sudah tidur. Dia kembali duduk di mobilnya dan berkata "Tuhan, ini kelewatan, orang di dalam rumah tersebut sedang tidur. Kalau aku membangunkan mereka, mereka pasti marah dan aku akan terlihat seperti orang bodoh".
Tetapi kembali dia merasa bahwa dia harus memberikan susu ini. Akhirnya dia berkata,"Baik Tuhan, apabila ini Engkau, aku akan pergi ke rumah itu dan memberikan susu ini kepada mereka. Apabila Engkau memang ingin melihat aku seperti orang bodoh, tidak apa-apa. Aku ingin menjadi orang yang taat. Pasti hal ini akan ada manfaatnya. Tapi jika aku mengetuk pintu dan tidak ada jawaban, aku akan pergi dari sini".
Dia membuka pintu mobilnya dan menekan bel di depan pintu. Dia mendengar ada ribut-ribut di dalam rumah dan ada teriakan laki-laki "Siapa? Apa maumu?". Kemudian pintu terbuka. Lelaki tersebut berdiri dengan celana jeans dan kaos oblong, sepertinya dia baru bangun dari tempat tidur. Dia tampak tidak senang melihat orang asing di depan pintu rumahnya. Si anak muda memberikan susu tersebut, "Ini saya membawa susu".
Laki-laki tersebut segera mengambil susu tersebut dan sambil membawa susu tersebut ke dalam rumah dia berteriak dalam bahasa Spanyol. Kemudian seorang wanita menghampiri dan membawa susu tersebut ke dapur. Laki-laki tersebut mengikutinya sambil menggendong seorang bayi. Bayi tersebut sedang menangis. Air mata mengalir di muka lelaki tersebut. Lelaki tersebut berkata sambil setengah menangis "Kami baru saja berdoa. Kami banyak tagihan dan kami sudah tidak punya uang lagi bahkan tidak ada uang untuk membeli susu untuk bayi kami. Kami meminta Tuhan untuk menunjukkan bagaimana caranya kami dapat mendapatkan susu untuk bayi kami".
Istrinya kemudian berteriak "Kami meminta Tuhan untuk mengirimkan malaikat dengan membawa ... hei, apakah kamu seorang malaikat?"
Anak muda tersebut kemudian mengambil dompetnya dan memberikan semua uangnya ke tangan lelaki tersebut. Dia berbalik dan berjalan kembali ke mobilnya dan air matanya mengalir membasahi pipinya. Dia yakin sekarang kalau Tuhan masih menjawab doa.
Kalau saya mau menjadi pahlawan, saya harus menjadi bukan siapa-siapa, atau kosong. Kosong dari keakuan dan keegoisan saya. Dengan kata lain menjadi hamba yang taat. Matius 20.26-27 berkata bila kita ingin menjadi besar, kita harus menjadi pelayan, dan yang ingin menjadi terkemuka, harus menjadi hamba.
Yesus, Guru kita, sudah memberikan teladan. Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Ia adalah Allah, tapi Ia mengosongkan diriNya sendiri, menjadi manusia dan mengambil rupa seorang hamba. Ia taat pada Bapa sampai di kayu salib (Filipi 2.5-8).
Saya jadi ingat kalau beberapa bulan yang lalu, Penatua Hanna berkhotbah tentang Yesus harus menjadi makin besar dalam kita, dan kita harus menjadi semakin kecil. Tujuannya supaya kuasa Yesus nyata dalam kita. Kalau kita makin kecil (taat Firman Tuhan/ dorongan Roh Kudus), kuasaNya nyata dalam kita maka kita menjadi jawaban doa bagi orang lain.
Sangat menyenangkan saat Tuhan menjawab doa kita dengan yang terbaik, tapi akan lebih membahagiakan saat kita menjadi jawaban doa seseorang.
No comments:
Post a Comment